Komentar Jurnal


PENGGUNAAN MEDIA SOSIAL INSTAGRAM DALAM PEMBENTUKAN IDENTITAS DIRI REMAJA
Bulan Cahya Sakti, Much Yulianto

Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Diponegoro Jl. Prof. H. Soedarto, SH Tembalang Semarang Kotak Pos 1269 Telepon (024) 7465407 Faksimile (024) 7465405


ABSTRAK


Instagram hadir sebagai media sosial yang menawarkan berbagai macam fitur dan fasilitas yang berbeda dengan media sosial pendahulunya. Saat ini Instagram memiliki jumlah pengguna aktif dengan pertumbuhan yang lebih pesat daripada Facebook. Berdasar survey yang dilakukan oleh firma penelitian pemasaran, GlobalWeb Index, pada kuartal ke empat 2013, tercatat Facebook hanya memiliki pertumbuhan pengguna aktif sebesar 3 persen, sedangkan Instagram mencapai 23 persen. Pengguna aktif Instagram yang dominan adalah remaja.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana penggunaan Instagram oleh remaja, dalam pembentukan identitas diri mereka. Teori yang digunakan adalah Teori Interaksionalisme Simbolik. Tipe penelitian kualitatif ini adalah Diskriptif Kualitatif. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah Indepth Interview dan Studi Pustaka, jumlah informan yang diambil adalah 5 orang remaja, memiliki akun Instagram dan merupakan pengguna aktif Instagram. Remaja memanfaatkan Instagram sebagai sarana dalam mencari jati diri. Remaja yang menggunakan media sosial Instagram, memanfaatkan berbagai macam fasilitas yang dimiliki oleh Instagram untuk mengkontruksi identitas dirinya, dan sebagai wadah untuk unjuk diri. Pembentukan identitas diri dalam media sosial Instagram tersebut dipengaruhi oleh pikiran, pengalaman, dan masyarakat.

Berdasarkan hal tersebut, disarankan dalam memanfaatkan media sosial Instagram dapat dimanfaatkan dengan bijak, dan sesuai dengan norma budaya yang ada di Indonesia. Remaja dapat menggali lebih dalam potensi dirinya, dan mencari berbagai macam informasi dalam Instagram untuk menambah pengetahuan dan memperluas wawasan dalam hal positif.

Kata Kunci : Instagram dalam Pembentukan Identitas diri, Pembentukan Identitas Diri Remaja pada Media Sosial

ABSTRACT

Instagram comes as a social media that offers a variety of features and facilities that are different from another social media. Currently, Instagram has a number of active users more than Facebook. Based on a survey conducted by the marketing research firm, GlobalWeb Index, in the fourth quarter of 2013, Facebook only had active user growth of 3 percent, while Instagram reached 23 percent. The dominant Instagram active user is a teenager.

The purpose of this study was to find out how to use Instagram by teenagers, in the formation of self- identity. The theory used is Symbolic Interactionalism Theory. This type of qualitative research is Qualitative Descriptive. Data collection techniques carried out were Indepth Interview and Literature Study, the number of informants was 5 teenagers who had an Instagram account and were active Instagram users. Teenagers use Instagram as a means to find identity. Teenagers who use Instagram social media, utilize various kinds of facilities of Instagram to construct their identity, and as a place to show themselves. The formation of identity in Instagram social media is influenced by thoughts, experiences, and society.

Based on this, it is recommended that utilizing social media Instagram can be used wisely, and in accordance with cultural norms in Indonesia. Teens can probe deeper their potential, and seek various kinds of information on Instagram to increase knowledge and broaden their knowledge in positive terms.

Keywords: Instagram in Formation of Identity, Formation of Teen’s Self Identity in Social Media
.


PENDAHULUAN

Kehadiran media sosial pada saat ini meleburkan ruang privasi seseorang dengan publik. Kegiatan masyarakat pada saat ini tidak terlepas dari media sosial. Media sosial yang sedang banyak diminati oleh khalayak saat ini adalah Instagram. Survey baru-baru ini menunjukkan bahwa Instagram adalah platform media sosial terpopuler kedua, dengan 59% pengguna online usia 18-29 tahun menggunakan Instagram. (A. Jackson, 2017). Melalui media sosial Instagram, masyarakat khususnya remaja tidak segan untuk mengunggah segala macam kegiatan, keluh kesah, foto pribadi dan video singkat untuk disampaikan kepada masyarakat luas melalui akun media sosial Instagram dalam membentuk identitas diri mereka.

Identitas merupakan sebuah hal yang penting dalam masyarakat yang memiliki banyak anggota. Identitas membuat suatu gambaran mengenai seseorang melalui ; penampilan fisik, ciri ras, warna kulit, bahasa yang digunakan, penilaian diri, dan faktor persepsi lain, yang semuanya digunakan dalam mengkontruksi identitas.

Berkembangnya teknologi komunikasi dan informasi merubah cara individu berinteraksi dengan individu lainnya. Internet telah menjadi sebuah dunia digital baru yang menciptakan ruang kultural. Hal ini semakin nyata dengan adanya Media Sosial. Kehadiran internet dan media sosial mempermudah penggunanya dalam mendapatkan informasi maupun hiburan dari penjuru dunia tanpa terbatas oleh jarak dan waktu. Media sosial adalah medium di internet yang memungkinkan pengguna merepresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi dengan pengguna lain, dan membentuk ikatan sosial secara virtual. (Nasrullah,2015:3)

Salah satu media sosial yang sedang banyak diminati adalah Instagram. Kehadiran media sosial Instagram di kalangan remaja menjadi sebuah fenomena yang menarik. Instagram merupakan aplikasi sharing foto yang meningkat popularitasnya sejak 2010, dengan lebih dari 500 juta pengguna aktif (A. Jackson, 2017). Instagram dianggap sebagai media sosial yang menarik karena media sosial ini fokus pada foto dan video durasi pendek, peningkatan citra dan hubungan reciprocal dibandingkan dengan media sosial lain yang berfokus pada kicauan. Survey baru-baru ini menunjukkan bahwa Instagram adalah platform media sosial terpopuler kedua, dengan 59% pengguna online usia 18-29 tahun menggunakan Instagram. (A. Jackson, 2017). Instagram memiliki berbagai macam fitur pendamping yang menarik seperti Snapgram dengan berbagai efek kamera dan fitur Live.


Kegiatan masyarakat pada saat ini tidak luput dari bermain media sosial, bahkan saat berkumpul bersama keluarga dan dalam waktu kerja. Instagram digunakan sebagai tempat membagikan segala macam kegiatan dan tempat berkeluh kesah. Dengan Instagram pengguna bebas berbagi cerita, pengalaman, tanpa dibatasi jarak dan waktu dengan followers-nya. Tidak ada batas dan privasi dalam Instagram, apapun yang kita bagikan dan orang lain bagikan dapat kita lihat. Dampak yang muncul dari penggunaan media sosial Instagram adalah adanya budaya berbagi yang berlebihan di dunia maya. (Nasrullah, 2015: xii).

Remaja merupakan masa peralihan dari anak menuju dewasa, di mana mereka masih mencari jati diri mereka dan ingin membentuk citra diri mereka kepada masyarakat, membuat mereka ingin dikagumi dan mendapatkan pengakuan dari publik akan membuat remaja berupaya untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Remaja sebagai mayoritas pengguna aktif Instagram, yaitu dengan 59% pengguna online usia 18-29 tahun menggunakan Instagram. (A. Jackson, 2017), memiliki berbagai pengalaman dalam memanfaatkan media sosial Instagram. Salah satunya memanfaatkan fitur dalam media sosial Instagram sebagai media bagi remaja untuk mencari jati dirinya, dan membentuk identitas dirinya dalam dunia siber.

Identitas diri dalam media sosial.

Kata identitas diambil dari bahas latin yaitu Idem yang berarti “serupa”. Hal tersebut merupakan dasar dari pengaturan kepribadian. Identitas adalah kesadaran diri, seperti diambil dari pendapat dan pengamatan diri. Identitas merupakan pengumpulan dari semua gambaran diri dalam mengatur keseluruhan, tidak hanya dengan kepandaian bergaul dengan siapapun, objek sifat, dan peran. Identitas berbeda dengan konsep diri, didalamnya terdapat kenyataan terhadap perasaan dari orang lain. Identitas menyatakan kesadaran dari seseorang sebagai seorang individu. (Stuart&Laraia dalam Anggia, 2012 )

Identitas merupakan hal penting dalam masyarakat yang memiliki banyak anggota.identitas membuat gambaran mengenai seseorang melalui ; penampilan fisik, ciri ras, warna kulit, bahasa yang digunakan, penilaian diri, dan faktor persepsi yang lain, yang semuanya digunakan dalam mengkontruksi identitas budaya. Menurut Klap dalam Primada Qurrota A 2016, Identitas meliputi segala hal dalam diri seseorang yang dapat menyatakan secara sah dan dapat dipercaya tentang dirinya sendiri, statusnya,nama, kepribadian, dan masa lalulnya.


Social Identity Theory (SIT) menurut Tajfel & Turner dalam Primada Qurrota A (2015:3) bertujuan bahwa individu memiliki sebuah konsep pada dirinya sendiri dalam bersosialisasi dan mengidentifikasi dirinya sendiri. Identitas personal melihat bahwa individu merupakan sebuah makhluk yang unik, memiliki budaya, hidup di dalam sebuah group, dan identitas sosial mengacu pada pengetahuan dalam anggota kelompok budaya dan berkomunikasi dengan budaya yang lain. Karakteristik individu yang dipengaruhi oleh kolektivistik dalam komunikasi individu:
-                 Personality Orientations, menggambarkan bagaimana orientasi personal dalam berhubungan atau berkomunikasi dengan orang lain.
-                 Individual Values, merupakan nilai-nilai personality yang dimiliki oleh Individu dalam mempertahankan dan menjaga kepercayaan diri seseorang ketika melakukan komunikasi.
-       Self Constractuals, menggambarkan bagaimana individu menggekspresikan dirinya ketika berkomunikasi dengan individu yang lain.
Menurut Tim Jordan (1999:60) dalam Komunikasi Antar Budaya oleh Rulli Nasrullah (2012:126), ada dua kondisi yang bisa menggambarkan bagaimana keberadaan individu dan konsekuensinya dalam berinteraksi di internet yaitu
1.                 Untuk melakukan koneksitas di cyberspace setiap orang harus melakukan logging in untuk membuka akses ke email, situs jejaring sosial, atau laman web lainnya. Ketika melalui prosedur tersebut, individu mendapatkan their own individualished place dimana setiap individu mendapatkan lama khusus yang hanya bisa diaksesolehindividu tersebut saja.
2.                 Memasuki dunia virtual kadang melibatkan keterbukaan dalam identitas diri sekaligus mengarahkan bagaimana individu tersebut mengidentifikasikan atau mengkontruksi dirinya didunia virtual.

Saat melakukan aktifitas dalam media sosial, pengguna membangun jaringan, membuat pertemanan, dan pada akhirnya mengekspresikan perasaannya secara virtual dalam proses komunikasi. Interaksi inilah yang pada akhirnya akan melahirkan self-definition dan menawarkan self-invention. Setiap individu memiliki kemampuan yang tidak terbatas dalam mengekspresikan siapa dirinya dalam dunia siber, dan hasil kreasi itulah yang nantinya akan mewakili individu dalam nenaubjab perannya serta berinteraksi di internet. Pengguna bebas memilih untuk membuka identitasnya dengan jujur atau memilih untuk membuat identitas palsu.


Fenomena ini menurut Tim Jordan (1999) dikatakan sebagai tiga elemen dasar kekuatan individu di dunia siber, yaitu :
·         identity fluidity: sebuah proses pembentukan identitas secara online atau virtual dan identitas yang terbentuk itu tidaklah mesti sama atau mendekati dengan identitasnya di dunia maya
·         renovated hierarchie: adalah proses dimana hierarki-hierarki terjadi di dunia nyata direka bentuk kembali menjadi online hierarchies
·         information as reality: informasi yang menggambarkan realita yang hanya berlaku di dunia virtual.
Individu dalam dunia online adalah individu yang memiliki dua kemungkinan, yakni bisa jadi sama atau berbeda dengan identitasnya secara offline. Tidak hanya itu, individu tidak hanya memiliki satu identitas semata, melainkan bisa memiliki berbagai macam identitas yang beragam dengan karakteristik yang berbeda-beda dalam dunia online.(Rulli Nasrullah, 2012:130)

Menurut Stone (1999:83), bahwa dalam komunitas virtual siapapun tidak bisa memastikan bahwa identitas individu yang terbaca dalam teks online adalah identitas atau penggambaran seutuhnya dalam kehidupan yang nyata. Selanjutnya stone menggaris bawahi bahwa perkembangan teknologi memungkinkan   terjadinya interaksikomunikasi antar-individu dari belahan dunia manapun, namun komunikasi itu hanya terbaca oleh teks. (Rulli Nasrullah,2012:130)

Interaksi Simbolik


Interaksi simbolik merupakan sebuah cara berpikir mengenai pikiran, diri, dan masyarakat. George Herbert Mead (dalam Morissan dkk, 2009: 75), makna muncul sebagai hasil dari interaksi di antara manusia, baik secaraverbal maupun nonverbal. Melalui aksi dan respons yang terjadi, kita memberikan makna ke dalam kata-kata atau tindakan, dan karenanya kita dapat memahami suatu peristiwa dengan cara-cara tertentu.

Hal mendasar dalam teori ini adalah pentingnya sebuah makna dalam perilaku manusia, pentingnya konsep diri, dan hubungan antar individu dengan masyarakat. Mead (dalam Primada Qurrota A, 2015:4) mengemukakan tiga konsep penting dalam teori ini yaitu :
1)       Masyarakat
Masyarakat dalam pemikiran teori interaksi simbolik, terdiri atas perilaku yang saling bekerja sama di antara para anggotanya. Mead menyebut bahwa masyarakat terwujud atau terbentuk dengan


adanya simbol-simbol berupa isyarat dari tubuh. Karena dengan adanya kemampuan manusia dalam mengucapkan simbol dan bertindak, serta merespon apa yang dihasilkan maka kita akan berempati atau mengambil peran mereka.
Disini masyarakat merupakan sebuah jaringan interaksi sosial dimana anggota masyarakat memberikan makna terhadap tindakan mereka sendiri dan tindakan orang lain dengan menggunakan simbol. Keadaan saling memengaruhi antara menanggapi orang lain dan menanggapi diri sendiri merupakan sebuah konsep penting di dalam teori ini.

2)         Diri
Menurut paham dalam interaksi simbolik, individu berinteraksi dengan individu lainnya sehingga menghasilkan suatu ide tertentu mengenai diri. Sebuah teori yang mengungkapkan mengenai diri, bagaimana pengalaman berinteraksi dengan orang lain. Dalam teori tentang diri ini terdiri atas elemen yang terdiri dari tiga dimensi.
Dimensi pertama adalah dimensi menunjukkan (display), yaitu apakah aspek dari diri itu dapat ditunjukkan kepada pihak luar (public) atau merupakan suatu yang privat. “Dimensi kedua adalah realisasi atau sumber, yaitu tingkatan atau derajat pada bagian atau wilayah tertentu dari diri yang dipercaya berasal dari dalam individu sendiri atau berasal dari luar. Elemen diri yang dipercaya berasal dari internal disebut dengan istilah individually realize, sedangkan elemen diri yang dipercaya berasal dari hubungan orang itu dengan kelompoknya disebut dengan collectivelly realized. Dimensi ketiga, disebut dengan agen, yaitu derajat atau tingkatan dari kekuatan aktif yang ditimbulkan oleh diri. Elemen aktif merupakan tindakan yang dilakukan orang, sedangkan elemen pasif adalah kebalikannya” (Morissan dkk, 2010:136-137)
Teori tentang diri membahas mengenai bagaimana kesadaran diri (self consciousness), dimana seseorang memikirkan dirinya sebagai sebuah objek yang berarti etika seseorang memikirkan dirinya ia menunjukkan kesadaran akan dirinya. Kita memiliki diri karena kita dapat menaggapi diri kita sebagai suatu objek. Satu satunya syarat agar sesuatu menjadi objek adalah dengan cara memberikannya nama dan menunjukkannya secara simbolik. Para remaja sering kali memandang diri mereka dengan cara orang lain memandang mereka. Mereka akan menggunakan gambaran yang diberikan oleh orang lain kepada mereka melalui berbagai interaksi yang mereka lakukan dengan orang lain. Hal ini dapat dilakukan melalui proses pengambilan peran atau menggunakan perpektif orang lain dalam melihat diri kita, menuntun kita untuk memiliki konsep diri.


Konsep diri merupakan keseluruhan persepsi kita mengenai cara orang lain melihat kita. Dimana seorang individu belajar untuk mengenal gambaran diri mereka melalui interaksi simbolik selama bertahun-tahun dengan individu yang berada disekitarnya. Orang-orang terdekat seperti orang tua, saudara, teman dekat, dan pacar adalah orang-orang yang sangat penting karena reaksi mereka akan berpengaruh terhadap pembentukan konsep diri seseorang.
Mead menambahkan bahwa diri memiliki dua sisi yang masing-masing memiliki tugas penting., yaitu diri yang mewakili ‘saya’ sebagai subjek (I) dan ‘saya’ sebagai objek (me). Saya sebagai subjek adalah bagian dari diri saya yang bersifat menuruti dorongan hati, tidak teratur, tidak langsung, dan tidak dapat diperkirakan. Sedangkan saya sebagai objek adalah konsep diri yang terbentuk dari pola- pola yang teratur dan konsisten yang dipahami oleh individu dan dipahami oleh orang lain yang bersama dengannya.
3)       Pikiran
Pikiran di dalam teori ini merupakan suatu proses dari kegiatan interaksi dengan diri sendiri. Kemampuan berinteraksi yang berkembang bersama-sama dengan diri menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia karena menjadi bagian dari setiap tindakan. Teori interaksi simbolik dalam penelitian ini akan melihat bagaimana seorang individu berinteraksi dengan masyarakat dalam menyampaikan konsep dirinya melalui menampilkan kehidupan pribadi (ruang privat) kedalam ruang publik.

Pembentukan Identitas Diri Pada Pengguna Instagram

Penggambaran diri dan identitas diri dalam dunia siber telah diteliti oleh beberapa ahli. Wollam mengatakan bahwa kehadiran teknologi dianggap menjadi salah satu medium yang mampu memenuhi kebutuhan individu akan komunikasi dan bisa mendorong lebih bebas setiap individu untuk mengungkapkan siapa diri mereka. Bagi Wollam, merupakan sebuah penggambaran yang sempurna bagaimana sebuah teknologi mampu mendorong seta menyediakan ruang bagi setiap individu untuk mengkontruksi diri mereka. (Rulli Nasrullah. 2012:114)

Perkembangan dunia siber, menawarkan wadah bagi penggunanya untuk dapat berinteraksi dilingkungan sosial yang lebih luas tanpa terhalang oleh jarak dan waktu kepada siapapun. Salah satunya melalui media sosial Instagram. Komunikasi yang terjadi pada media sosial Instagram membentuk sebuah interaksi yang terjadi antara individu dengan lingkungan sosial dalam dunia siber. Interaksi inilah yang kemudian akan mendorong seseorang untuk menkontruksi identitas mereka secara online. Seperti penelitian yang


dikutip oleh Rulli Nasrullah (2012:113), Graham Nichols Dixon tahun 2008 dalam penelitian tesisnya yang berjudul Instant Validation: Testing Identity in Facebook. Penelitian ini melibatkan 10 mahasiswa Strata 1 University of Texas, berusia antara 18 hingga 22 tahun serta memiliki akun Facebook. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan siber dan kemunculan media sosial Facebook telah membawa fokus baru tentang bagaimana seseorang atau kelompok orang mengkontruksi identitas mereka secara online.

METODA PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode diskriptif kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang memiliki tujuan untuk memahami fenomena yang dialami oleh subjek penelitian, seperti perilaku,persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain,secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah (Moleong, 2007:6)

Subjek dalam penelitian ini adalah remaja usia produktif 18 – 24 tahun, yang aktif menggunakan media sosial Instagram. Penelitian ini mencari informan yang bersedia berbagi pengalaman dalam penggunaan media sosial Instagram, serta bagaimana responden membentuk identitas diri sesuai dengan kesan yang ingin ia bentuk kepada follower yang mengikutinya di media sosial Instagram.

Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder yang berupa teks, frasa-frasa, teks tertulis, yang mempresentasikan persepsi dan pengalaman informan dalam membentuk identitas diri melalui media sosial Instagram. Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan untuk mendapatkan data dalam penelitian. Dalam penelitian kualitatif ini peneliti memerlukan data yang mendalam dan spesifik seperti yang dijelaskan oleh Muri Yusuf (2014) beberapa teknik pengumpulan data dalam penelitian kualitatif.

Terdapat beberapa strategi dalam menganalisis data yaitu strategi analisis data diskriptif-kualitatif, kualitatif-verifikatif. Dalam strategi analisis data diskriptif kualitatif, banyak menganalisis permukaan data, melakukan pengamatan mengenai proses terjadinya suatu fenomena. Strategi kualitatif-verifikatif merupakan sebuah upaya analisis induktif terhadap data penelitian yang dilakukan pada seluruh proses penelitian yang dilakukan, dalam strategi ini mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dilapangan dengan mengesampingkan peran teori. (Bungin,2007:158)


Penelitian ini peneliti menggunakan strategi analisis deskriptif kualitatif. Dengan strategi analisis ini peneliti menafsirkan data dengan situasi yang sedang terjadi, sikap, dan pandangan yang ada pada masyarakat, perbedaan antar fakta, dan pengaruh terhadap suatu kondisi. Kegiatan penelitian ini meliputi, pengumpulan data, menganalisis data, menginterpretasi data, dan memberikan sebuah kesimpulan yang mengacu pada penganalisisan data tersebut. Dalam penelitian ini akan dilakukan reduksi data, yaitu proses pemilihan pemusatan perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan, dan transformasi data “kasar’ yang didapatkan dari hasil lapangan. Selama mengumpulkan data dilakukan tahapan reduksi yaitu, meringkas, mengkode, menelusur tema. Reduksi data merupakan bagian dari analisis, yaitu menggolongkan, mengarahkan membuang yang tidak perlu dan mengorganisasi data, sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan

HASIL PENELITIAN


Penggunaan Media Sosial Instagram

Dari hasil wawancara semua informan, perkembangan teknologi khususnya Internet, telah memberikan alternatif lain bagi informan dalam melakukan kegiatan bersosialisasi. Informan dapat melakukan kegiatan sosialisasi dengan lebih mudah dan lebih luas melalui media sosial khususnya Instagram. Instagram memungkinkan informan untuk bersosialisasi dalam bentuk sharing gambar atau video pada akun Instagram miliknya. Cara berinteraksi inilah yang kemudian menjadi daya tarik bagi khalayak untuk memiliki akun Instagram. Instagram memberikan wadah bagi penggunanya untuk dapat mencari berbagai macam informasi, menambah ilmu pengetahuan, berbagi foto dan video, dan masih banyak hal lainnya yang bisa informan dapatkan dan lakukan dengan fitu-fitu yang ada dalam media sosial Instagram.

Deskripsi tekstual menjabarkan gabungan dari setiap hasil wawancara dari masing-masing pengalaman informan yang berbeda-beda dan unik. Dalam hal ini kepemilikan akun Instagram, berpengaruh kepada motivasi dan keinginan diri untuk menampilkan dirinya sebaik mungkin pada akun media sosial Instagram miliknya. Kemudian lingkungan sosial juga memberikan pengaruh pada informan untuk memilih menggunakan dan memiliki akun media sosial Instagram.

Hasilnya adalah, seluruh informan merupakan pengguna aktif media sosial Instagram. Seluruh informan selalu memanfaatkan Instagram dalam kesehariannya, untuk mengisi waktu luang maupun mencari informasi. Dalam memutuskan untuk memiliki akun media sosial Instagram, informan memiliki alasan yang berbeda-beda.


Informan II, III, IV, dan V, memilih untuk memiliki akun Instagram karena dorongan dari lingkungan, yaitu teman temannya, sedangkan informan I memutuskan untuk memiliki akun media sosial Instagram karena idolanya pada saat itu baru saja memiliki akun Instagram.

Semakin dalam pengetahuan informan mengenai fitur-fitur yang ada dalam media sosial Instagram, pemanfaatan Instagram dalam keseharian juga semakin beragam. Informan I dan II sering memanfaatkan Instagram sebagai media bagi mereka untuk menyampaikan keluh kesahnya, berbeda dengan Informan III yang cenderung tidak suka untuk menyampaikan perasaanya pada media sosial Instagram. Informan III memanfaatkan Instagram sebagai media hiburan untuk melepas penat atas aktifitasnya sehari-hari. Informan IV dan V sering memanfaatkan Instagram sebagai media untuk bersosialisasi dan unjuk diri kepada khalayak luas, Instagram mampu memfasilitasi mereka dalam memperluas pergaulan. Keseluruhan Informan memiliki kebutuhan akan pengetahuan dan sosialisasi yang tinggi, hal itu yang menorong informan I,II,III,IV,dan V memanfaatkan Instagram sebagai media untuk mencari informasi mengenai apa saja, dan sebagai media untuk bersosialisasi dan memperluas pergaulan terhadap khalayak didunia maya.

Pemahaman Identitas Diri Informan

Pengetahuan mengenai Identitas diri berdasarkan pada pendapat dan pengetahuan Informan mengenai apakah identitas diri tersebut. Pemahaman mengenai identitas diri dilihat dari bagaimana informan mampu menjelaskan dan menjabarkan menurutnya apa saja yang menjadi bagian dari identitas diri.

Hampir semua informan memahami identiats diri sebagai ciri khas yang dimiliki oleh seseorang dan berbeda dengan individu lainnya. Itu artinya, bahwa hampir semua informan menyadari dan memahami bahwa setiap individu termasuk dirinya, memiliki ciri khas yang membedakannya dengan individu lainnya. ciri khas tersebut yang menjadi identitas dirinya, yang membuatnya berbeda dengan individu lain. Hampir semua informan secara umum dapat menjelaskan apa saja yang menjadi bagian dari identitas diri, seperti penampilan fisik, ras, cara berpenampilan, kegiatan keseharian, dan persepsi lainnya yang menggambarkan identitas diri seseorang.

Informan IV menyampaikan hal yang berbeda dengan informan lainnya mengenai pemahamannya tentang identitas diri. Informan IV menjelaskan bahwa identitas diri merupakan bentuk pencitraan seseorang terhadap lingkungannya. Informan IV juga menjelaskan, bahwa dalam


identitas diri yang menjadi peran utama adalah penampilan fisik seseorang.
Seluruh informan adalah remaja yang kritis dalam memilih teman dekatnya, dan seluruh informan adalah seorang yang dapat menempatkan diri sesuai dengan lingkungan sekitarnya. Namin informan memiliki emosi yang berbeda-beda, informan II, III, dan V memiliki emosi yang stabil dalam menhadapi suatu masalah, berbeda dengan informan I dan IV yang cenderung menggebu-gebu dan kerap melakukan tindakan yang spontan dan tidak memikirkan bagaimana dampak jangka panjang bagi dirinya. Informan II dan IV adalah seorang yang merasa tertantang untuk mencoba hal- hal baru yang sebelumnya tidak pernah dilakukannya, informan senang untuk mengeksplor dan menggali lebih dalam mengenai potensi-potensi yang ada pada diri mereka.

Motivasi Membentuk Identitas Diri

Keseluruhan informan memiliki kebutuhan untuk bersosialisasi yang cukup tinggi dengan lingkungannya. Dengan adanya media sosial Instagram, informan menjelaskan, proses sosialisasi semakin mudah, dan memiliki jaringan yang lebih luas, mereka dapat menjangkau daerah yang jauh dari tempat tinggalnya, untuk memperluas pergaulan. Dengan adanya kebutuhan untuk bersosialisasi tersebut, setiap informan memiliki cara yang berbeda dalam membawa dirinya di lingkungan sosialnya. Informan I dan III merupakan seseorang yang sangat memperhatikan bagaimana penampilannya di depan khalayak, namun informan I dan III tidak terlalu ambil pusing terhadap bagaimana penilaian orang terhadap dirinya. Informan I memilih untuk menampilkan dirinya sesuai dengan apa yang ia kehendaki, bukan apa yang orang sekitarnya inginkan. Informan I, menerima penilaian seseorang terhadap dirinya, dan siap memperbaiki diri apabila memang ada hal yang perlu di perbaiki dari caranya membawa diri dalam bersosialisasi dengan lingkungannya. Informan III menjelaskan, walaupun dirinya adalah seorang yang cuek dalam berpenampilan, dan cenderung apa adanya, baginya wajar apabila seseorang selalu ingin dilihat dan dinilai sebagai sosok yang baik oleh sekitarnya.

Berbeda dengan informan I, informan II merasa bahwa penilaian orang lain merupakan hal yang paling penting. Dengan penilaian oranglain itulah, informan merasa dapat menempatkan dan memperbaiki dirinya sesuai dengan lingkungannya. Informan II akan sangat menerima kritik dan nasihat orang lain atas dirinya. Hal tersebut menunjukkan bahwa dalam membawa dirinya, informan akan sangat memperhatikan bagaimana orang-orang disekitarnya akan menilai dirinya. Hal tersebut menunjukkan motivasi informan II dalam


membentuk identitas dirinya, adalah agar lingkungan sekitarnya memberikan penilaian yang baik terhadap dirinya.
Informan IV adalah seorang yang secara terang-terangan mengakui bahwa dirinya sengaja membenuk identitasnya dalam media sosial Instagram. Infoman IV menjelaskan alasan dirinya menciptakan sosok yang diharapkannya pada media sosial Instagram, untuk mendapatkan pengakuan dan agar dapat diterima dengan baik oleh lingkungan media sosialnya, karena dalam kehidupan sehari-harinya informan merasa tidak diterima sebagai dirinya apa adanya. Hal itulah yang memotiavsi informan dalam membentuk identitas dirinya pada media sosial Instagram. Berbeda dengan informan V yang merasa sangat diterima dengan baik oleh lingkungannya. Informan V memperhatikan menampilannya di media sosial, khususnya Instagram, untuk mempertahankan penilaian orang yang sudah baik terhadap dirinya. Informan V sangat memperhatikan bagaimana ia menyajikan dirinya dalam media sosial miliknya, khususnya Instagram.

Pembentukan Identitas Diri


Seluruh informan merupakan seorang yang aktif dalam memanfaatkan fitur-fitur yang ada pada media sosial Instagram, seperti Insta-story dan Sharing foto atau video. I nforman I, II, III sering menggunakan fitur Instastory dalam kesehariannya. Mereka berbagi berbagai macam hal dan fenomena yang menurutnya menarik untuk di bagikan kepada followers-nya.

Informan I menyebutkan, dalam mengunggah konten dalam akun media sosial miliknya, baik dalam instastory maupun feeds instagram miliknya, informan I ingin menunjukkan kepada followers-nya bahwa informan bukanlah seorang yang lemah seperti yang orang-orang ungkapkan kepada dirinya. Informan I memilih untuk mengunggah konten-konten yang akan membentuk penilaian orang bahwa dirinya adalah seorang wanita yang kuat dan selalu ceria. Informan I sangat memikirkan bagaimana dirinya akan dinilai oleh orang-orang sekitarnya dalam konten yang ia unggah ke media sosial Instagram miliknya.

Bagi informan II dalam media sosial khususnya Instagram, siapapun pasti ingin menampilkan dirinya sebaik mungkin. Penampilan merupakan hal yangs angat penting bagi diri informan, karena melalui penampilan seorang akan dilihat bagaimana karakter dirinya. Informan II menyebutkan, bahwa ia akan menampilkan dirinya sebaik mungkin dalam media sosial Instagram miliknya, karena dalam media sosial khususnya Instagram, ia bertemu lebih banyak orang dari berbagai daerah dipenjuru dunia. Informan ingin


dilihat sebagai sosok yang dapat menginspirasi dan selalu menjadi seorang yang positif.
Informan III merupakan orang yang juga sangat aktif dalam menggunakan Instagram dalam kegiatan sehari-harinya. Sama seperti informan I dan II, informan III sangat memperhatikan penampilannya, terutama dalam media sosial Instagram miliknya. Informan III akan berpenampilan sesuai dengan lingkungannya, ia dapat menjadi seorang yang berbeda, tergantung dengan bagaimana sosok yang diharapkan oleh lingkungannya, walaupun informan mengaku bahwa ia adalah seorang yang cenderung cuek, tetapi dalam bersosialisasi, terutama pada media sosial ia sangat memperhatikan penampilannya di depan publik, ia ingin terlihat selalu baik dalam aku Instagram miliknya.

Sama halnya dengan informan lainnya, informan IV informan merupakan orang yang memperhatikan bagaimana ia dinilai oleh lingkungannya. Informan memiliki masalah dalam sosialisasinya di kehidupannya. Orang-orang sekitarnya kurang menerima keberadaanya sebagai dirinyaapa adanya. Hal tersebut yang mendorong Informan IV untuk membentuk dirinya dalam media sosial sebagai sosok yang ia harapkan dapat diterima oleh lingkungan media sosialnya khususnya Instagram. Informan mengaku, ingin tamoak sebagai sosok yang gaul dan mengikuti tren yang ada di masyarakat. Menurut informan IV dengan hal itulah dirinya akan diterima oleh lingkungannya.

Informan V menganggap bahwa identitas diri merupakan hal yang sangat penting, untuk itulah ia sangat memikirkan bagaimana dirinya akan dilihat oleh orang-orang disekitarnya. Informan V senang menonjolkan hal-hal yang menurutnya berbeda dengan orang lain, ia akan menampilkan hal yang akan membentuk pandangan orang bahwa dirinya memiliki ciri khas yang tidak dimiliki oleh orang lain. Informan V akan sangat berhati-hati dalam membawa dirinya baik dalam dunia nyata maupun dalam media sosial Instagram.

Remaja mengkontruksi identitas diri mereka dalam Instagram

Media sosial Instagram pada dasarnya, menawarkan media dalam berinteraksi dan bersosialisasi dengan orang lain, menggunakan internet. Berdasarkan penglaman informan dalam menggunakan media sosial Instagram, rata rata seluruh informan mengkontruksi identitas diri mereka dalam akun media sosial Instagram. Informan I, II, III, IV dan V, mengkontruksi identitas dirinya dalam media sosial Instagram dengan alasan dan motivasi yang berbeda-beda. Namun pada intinya, tujuan seluruh informan dalam mengkontruksi identitas dirinya, adalah untuk


meciptakan gambaran diri seperti yang ia harapkan untuk dinilai baik oleh lingkungan media sosialnya. Informan I dan IV memiliki alasan yang berbeda dari informan lainnya. Merekaadalah seorang yang merasa tidak diterima dengan baik oleh orang-orang di sekitarnya, hal itu mendorong mereka untuk menciptakan gambaran diri yang berbeda dengan kondisinya di dunia nyata, dengan tujuan untuk mendapatkan penilaian baik, dan dapat diterima oleh masyarakat media sosial Instagram.

Perilaku remaja dalam menggunakan media sosial Instagram

Banyaknya pengguna Instagram, menimbulkan keberagaman informasi dan konten yang tersedia dalam media sosial Instagram. Seluruh informan menilai, bahwa informasi apapun yang mereka butuhkan dapat mereka dapatkan melalui media sosial Instagram. Seluruh informan menjelaskan bahwa mereka memanfaatkan berbagai macam fitur dan fasilitas yang ada di Instagram sebagai media bagi mereka untuk mencari eksistensi dan memperluas jaringan pertemanan. Seluruh informan merupakan pengguna aktif media sosial Instagram, mereka selalu mengunggah berbagai macam kegiatan kesehariannya dalam media sosial Instgaram. Namun beberapa Informan, yaitu informan II, III, dan V, sangat kritis dalam menentukan konten apa yang akan diunggahnya, mereka tidak senang untuk mengunggah konten yang berisi tentang hal pribadi seperti suasana emosinya, dan lain sebagainya. Berbeda dengan informan I dan IV yang cenderung mennyampaikan semua yang menjadi keluh kesahnya dalam media sosial Instagram miliknya. Seluruh informan juga memanfaatkan media sosial Instagram untuk mencari berbagai macam inspirasi yang dapat membantunya dalam menentukan jati diri mereka. Informan mengikuti berbagai macam akun Instagram yang menurut mereka dapatmemberikan inspirasi dan motivasi dalam menjalani kehidupannya.

Instagram sebagai wadah unjuk diri bagi penggunanya

Instagram adalah media sosial yang cara berinteraksinya melalui media foto dan video. Hal ini membuat penggunanya mengunggah foto maupun video untuk melakukan interaksi dengan teman-temannya. Seluruh informan sering memanfaatkan Instagram sebagai media untuk membagikan kegiatan sehari-harinya dalam foto maupun video yang diunggahnya pada insta story. Informan I, II, III, IV, dan V sering mengunggah foto dan video dengan alasan ingin menunjukkan kepada pengguna Instagram lainnya mengenai kegiatan dirinya, bagaimana kehidupannya dan lain sebagainya. Khususnya informan IV, ia benar-benar menggunakan segala fitur Instagram sebagai media


bagi dirinya untuk mencari eksistensi dan memperkenalkan dirinya kepada pengguna Instagram secara luas.

PEMBAHASAN


Sintesis
Identitas diri merupakan komponen yang membentuk konsep tentang diri seseorang. Hal yang membuat seseorang memiliki prinsip pengorganisasisan kepribadian yang bertanggung jawab terhadap kesatuan, kesinambungan, konsistensi, dan keunikan kepribadiannya. Seorang yang memiliki konsep diri positif, akan mampu membuka diri terhadap orang lain dan percaya diri. (Rakhmat,2009:107). Disebutkan beberapa ciri-ciri dari konsep diri positif yaitu:

a.            Yakin akan kemampuan dalam mengatasi masalah
b.           Merasa setara dengan orang lain
c.            Menerima pujian tanpa rasa malu
d.           Dapat menyadari bahwa setiapp orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak disetujui masyarakat
e.            Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek peribadian yang tidak disenangi dan berusaha mengubahnya.
Dari ciri-ciri konsep diri tersebut, dalam penyusunan deskripsi tekstural dan struktural ditemukan keterkaitan antara hasil deskripsi dengan ciri-ciri konsep diri yang disebutkan. Yang pertama, penulis memberikan gambaran mengenai sebuah masalah kepada seluruh informan. Tanggapan seluruh informan adalah, mereka memiliki keyakinan, dapat menyelesaikan bentuk masalah yang timbul disekitarnya, selain itu mereka memiliki strategi dalam menyelesaikan masalah yang akan dihadapi. Berikutnya, informan dalam mengunggah berbagai macam konten dalam akun media sosial Instagram mereka, kerap mendapatkan berbagai macam komentar yang berisi pujian. Informan dengan senang dan bangga menerima segala bentuk pujian dari orang-orang disekitarnya. Dalam mengkontruksi dirinya di Instagram, pujian merupakan salah satu hal yang menjadi tujuan mereka dalam mengunggah sebuah konten. Informan secara umum, menyadari bahwa setiap orang memiliki cara pandang, dan penilaian yang berbeda-beda atas konten yang mereka unggah dalam media sosial Instagram. Dalam mengatasi kondisi tersebut, informan membuka diri bagi siapasaja yang ingin memberikan kritik dan komentar agar dirinya dapat memperbaiki apa saja dalam dirinya yang tidak diterima oleh orang-orang disekitarnya.


Pengalaman informan dalam membentuk identitas diri mereka dalam media sosial Instagram, merupakan representasi dari apa yang informan alami dalam kehidupan sehari-hari. Seluruh informan memiliki pengalaman dan latar belakang sifat, keluarga,dan budaya yang masing masing tidak sama, sehingga memiliki motivasi, dan harapan yang berbeda-beda dalam membentuk identitas diri pada media sosial Instagram. Ada yang membentuk identitas diri sesuai dengan diri mereka apa adanya, ada pula yang membentuk identitas diri untuk lebih diterima oleh pengguna media sosial Instagram yang lain. Motivasi yang ditimbul didorong pengalaman hidup yang berbeda-beda dari setiap informan. Motivasi merupakan inti dari apa yang membuat informan membentuk identitas diri dalam media sosial Instagram. Inti pengalaman informan tersebut akan dijelaskan dalam esensi.

Berdasarkan karakteristik remaja, secara umum remaja memiliki kondisi emosional yang stabil. Hal ini terlihat dalam bagaimana remaja sering meluapkan emosinya, dan mengungkapkan segala keluh kesahnya kepada khalayak media sosial. Namun remaja bersifat kritis dan dapat menentukan mana tindakannya dalam bermedia sosial. Terutama dalam mengontruksi identitas dirinya dalam media sosial Instagram. Dalam mengkontruksi identitas diri, remaja memiliki pemikiran jauh kedepan, mereka memilah dan memilih secara kritis mengenai bagaimana gambaran diri yang akan mereka bentuk dalam media sosial Instagram. Mereka memikirkan kondisi lingkungannya, kemudian menyesuaikan diri untuk diterima dan mendapatkan penialain yang baik dari lingkungannya.

Esensi


Setelah menjelaskan deskripsi tesktural dan deskripsi struktural mengenai pengalaman penggunaan media sosial Instagram dalam membentuk identitas diri, langkah selanjutnya dalam studi fenomenologi adalah menyusun esensi dari makna tekstural dan struktural. Langkah ini memiliki tujuan untuk menghubungkan secara intuitif deskripsi tekstural dan deskripsi struktural ke dalam sebuah kesatuan ke dalam sebuah pernyataan mengenai esensi pengalaman dari sebuah fenomena secara keseluruhan. Esensi pengalaman adalah pengalaman seluruh informan dan peneliti secara keseluruhan dilihat secara umum dan universal (Moustakas,1994:100)

Identity Fluidity dalam penggunaan media sosial Instagram
Identity Fluidity adalah sebuah proses pembentukan identitas secara online atau virtual dan identitas yang dibentuk itu tidaklah mesti sama atau mendekati dengan identitasnya di dunia maya. (Rulli


Nasurllah,2012:130). Suatu tindakan dapat dikatakan sebagai identity fluidity tergantung pada motivasi dan pengalaman informan dalam menggunakan media sosial Instagram. Instagram merupakan media sosial yang menawarkan fitur dan fasilitas bagi penggunanya untuk melakukan interaksi dan sosialisasi secara luas kepada orang orang disekitarnya, dengan berbagi konten berupa foto maupun video singkat. Konten yang terdapat di Instagram adalah unggahan-unggahan pengguna Instagram yang ada diseluruh dunia, yang memiliki keanekaragaman tema dan informasi dari konten yang diunggah. Banyaknya pengguna Instagram ini lah yang menarik seseorang untuk dapat menjadi pengguna yang aktif dan memiliki eksistensi dalam lingkungan bermedia sosial dalam Instagram. Motivasi yang timbul dari para pengguna Instagram dalam membentuk identitas dirinya berbeda-beda. Hal ini bergantung pada bagaimana pengalaman hidup informan sehari-hari dalam dunia nyata, yang kemudian dituangkan dalam media sosial Instagram miliknya. Sebelum timbul motivasi dalam diri informan, informan akan memaknai apa fasilitas yang diberikan Instagram, dan bagaimana pengguna lain memanfaatkan media sosial Instagramnya kemudian      membandingkannya                              dengan kehidupannya sehari-hari.

Individu dalam dunia online adalah individu yang bisa memiliki dua kemungkinan yaitu, bisa jadi sama atau berbeda dengan identitasnya secara offline. Selain itu, individu bisa saja memiliki lebih dari satu identitas yang beragam dengan karakteristik yang berbeda-beda dalam dunia online
.(Rulli Nasrullah,2012:130). Pengguna Instagram, akan dapat dengan leluasa menyajikan diri dalam akun media sosial Instagram miliknya. Pengguna dapat menyajikan dirinya sebaik mungkin, sesuai dengan apa yang ia harapkan untuk dinilai oleh orang-orang disekitarnya. Hal ini cenderung mendorong pengguna Instagram untuk membentuk diri mereka, namun dalam membentuk identitas diri masing-masing individu terpengaruhi oleh bagaimana pengalaman hidup, kepercayaan diri, dan pola pikir masing-masing pengguna yang berbeda- beda.

Saat memasuki dunia virtual dalam hal ini menggunakan media sosial Instagram, kadang melibatkan keterbukaan dalam identitas diri sekaligus mengarahkan bagaimana pengguna Instagram mengidentifikasikan dan mengkontruksi dirinya dalam dunia virtual. Saat menggunakan media sosial Instagram, pengguna membangun jaringan, membuat pertemanan, kemudian mengekspresikan perasaanya secara virtual dalam proses komunikasi yang terjadi. Interaksi yang terjadi pada media sosial Instagram ini akan menimbulkan adanya self-definition dan menawarkan adanya self-invention mengingat


Instagram memiliki fitur yang mampu memfasilitasi penggunanya dalam mengkontruksi dirinya di dunia virtual. Setiap individu memiliki kemampuan yang tidak terbatas dalam mengekspresikan dan menunjukkan siapa dirinya dalam bermedia sosial, hasil kreasi itulah yang akan mewakili individu dalam menentukan perannya dan berinteraksi dalam media sosial Instagram. Dalam media sosial Instagram, pengguna bebas memilih untuk membuka identitasnya dengan jujur atau memilih untuk membuat identitas baru. Seperti yang disebutkan oleh Rulli Nasrullah, bahwa setiap individu memiliki kemampuan yang tidak terbatas, dalam mengeksperesikan dirinya, dan dari hasil kreasi itu yang nantinya akan mewakili infividu dalam menentukan perannya dalam media sosial Instagram.

Interaksionalisme simbolik pada penggunaan media sosial Instagram dalam membentuk Identitas diri

Interaksionalisme Simbolik merupakan sebuah teori tentang cara berfikir mengenai pikiran, diri, dan masyarakat. (Dalam Morissan,2009:75), George Herbert Mead menyebutkan bahwa makna muncul sebagai hasil dari interaksi diantara manusia, baik secara verbal maupun nonverbal. Hal paling mendasar dalam teori ini adalah pentingnya sebuah makna dalam perilaku manusia, pentingnya konsep diri, dan hubungan antar individu dengan masyarakat. Dalam media sosial Instagram, terjadi interaksi antar penggunanya secara non verbal. Kemudian makna muncul dari interaksi yang terjadi dalam media sosial Instagram. Instagram memiliki fitur dan fasilitas bagi penggunanya untuk berinteraksi dalam bentuk foto, video, likes, komentar, maupun pesan pribadi. Hal-hal ini yang akan dimaknai oleh pengguna Instagram setalah adanya interaksi dengan pengguna lain. Pengguna Instagram yang menunggah foto atau video ke dalam akun miliknya, akan menerima bentuk interaksi dari pengguna lain baik berupa komentar, maupun likes. Hal inilah yang kemudian akan dimaknai oleh pengguna, sebagai bentuk simpati, perhatian, dan ketertarikan pengguna lain terhadap apa yang telah di unggah oleh dirinya. Apalagi sebagai remaja yang masih dalam tahap dalam pencarian jati diri akan menganggap interaksi yang diterima dalam media sosial miliknya, menjadi suatu bentuk penerimaan masyarakat terhadap dirinya, hal ini yang kemudian memotivasi remaja untuk mengkontruksi dirinya untuk menarik simpati, dan mendapatkan penilaian sesuai yang ia harapkan oleh lingkungan sekitarnya.

Menurut Mead (dalam,Qurrota A, 2015:4), terdapat tiga konsep penting dalam teori ini, yang kemudian penulis kaitkan dengan fenomena penggunaan media sosial Instagram dalam membentuk identitas diri di kalangan remaja, yaitu :


1.       Masyarakat
Pada teori Interaksionalisme Simbolik, masyarakat terdiri atas perilaku yang saling bekerjasama diantara para anggotanya. Mead menyebutkan masyarakat terbentuk dengan adanya simbol-simbol berupa isyarat dari tubuh. Dengan adanya kemampuan manusia untuk mengucapkan simbol dan bertindak, serta merespon apa yang dihasilkan maka kita akan bentuk empati dari orang lain. Dalam fenomena ini, pengguna Instagram secara luas merupakan masyarakat yang ada dalam dunia online. Dengan interaksi yang saling diberikan kepada sesama pengguna Instagram, berupa komentar maupun likes akan dimaknai oleh pengguna Instagram sebagai bentuk empati atas apa yang telah diunggah oleh seorang pengguna.

Pengguna media sosial Instagram adalah masyarakat yang merupakan sebuah jaringan interaksi sosial dimana pengguna akan memberikan makna terhadap unggahan ataupun segala bentuk interaksi terhadap dirinya sendiri, maupun kepada pengguna lain. Keadaan saling mempengaruhi antara menaggapi pengguna lain, dan menanggapi diri sendiri menggambarkan sebuah konsep dalam teori ini. Peran media sosial dalam membentuk identitas diri masyarakat adalah sebagai wadah atau media yang memfasilitasi masyarakat dalam mengkontruksi diri, menyajikan diri kepada khalayak luas dengan mudah dan dapat dilakukan kapan saja.

2.       Diri
Pada interaksi simbolik, individu berinteraksi dengan individu lainnya sehingga menghasilkan suatu ide tertentu mengenai diri. Pengguna Instagram melakukan inetraksi kepada pengguna lainnya, interaksi yang terjadi antara pengguna Instagram ini yang kemudian menimbulkan suatu ide tertentu mengenai diri pengguna. Ide itu dapat berupa dorongan atau motivasi untuk melakukan sebuah tindakan mengenai dirinya dalam akun media sosial Instagram miliknya.

Teori tentang diri memiliki tiga dimensi, dimensi pertama adalah display, yaitu apakah aspek dari diri itu dapat ditunjukan kepada publik atau merupakan suatu yang privat. Dalam penggunaan media sosial Instagram, dalam mengunggah konten berupa foto ataupun video, pengguna akan memilah mana konten yang dapat diunggah dan diperlihatkan kepada publik, mana konten yang bersifat pribadi, sehingga sebaiknya tidak diperlihatkan kepada pengguna lain dalam media sosial Instagram. Dimensi kedua adalah realisasi atau sumber, yaitu tingkatan atau derajat pada wilayah tertentu dari diri yang dipercaya berasal dari dalam individu (Individually realized) atau dari luar individu


(collectivelly realized). Elemen yang berasal dari diri pengguna, akan mendorong pengguna Instagram untuk melakukan sebuah tindakan yang sesuai dengan isi hati dan nurani pengguna Instagram, berbeda dengan elemen yang berasal dari luar, dalam melakukan sebuah tindakan dalam bermedia sosial, pengguna terpengaruh oleh interaksi yang sebelumnya terjadi dengan pengguna lain. Pada hal ini diri pengguna akan mempetimbangkan berbagai macam hal yang akan terjadi dalam lingkungannya, apabila pengguna melakukan tindakan dalam media sosial Instagram miliknya. Dimensi ketiga adalah Agen, yaitu derajat atau tindakan dari elemen aktif yang ditimbulkan oleh diri. Elemen aktif adalah tindakan yang dilakukan olehseseorang, sedangkan elemen pasif adalah tindakan yang tidak dilakukan oleh seseorang. Dalam menentukan tindakan apa yang akan dilakukan, pengguna Instagram akan mempertimbangkan berbagai macam hal, tindakan yang terjadi sepeti mengunggah sebuah foto maupun video, memberikan komentar dalam media sosial Instagram ini lah bentuk dari elemen aktif diri pengguna.

Teori tentang diri membahas mengenai kesadaran diri (selff consciousness), Mead (dalam Primada Qurrota A, 2015:4) dimana seseorang memikirkan dirinya sebagai sebuah objek yang ketika ia memikirkan tentang dirinya, berarti ia menunjukkan kesadaran diri. Pengguna Instagram memikirkan setiap tindakan dan sikap yang dilakukan dalam memanfaatkan Instagram dalam kehidupan sehari-harinya. Pengguna Instagram di kalangan remaja, sering memandang diri mereka dengan cara orang lain memandang diri mereka. Pengguna akan menggunakan gambaran yang diberikan oleh orang lain kepada diri mereka melalui berbagai bentuk interaksi yang terjadi pada media sosial Instagram. Hal ini yang kemudian akan menuntun pengguna Instagram membentuk konsep dirinya dalam dunia siber. Konsep diri adalah keseluruhan mengenai persepsi kita mengenai cara orang lain melihat kita. Seorang individu akan belajar mengenal gambaran diri mereka melalui interaksi simbolik selama bertahun-tahun dengan individu yang ada disekitarnya. Begitupula dengan pengguna Instagram, mereka akan mengenal gambaran diri mereka melalui berbagai macam interaksi yang terjadi pada Instagram miliknya, apakah pengguna akan mendapatkan tanggapan baik ataupun tanggapan buruk dari lingkungannya dalam media sosial Instagram berupa likes atau komentar baik dan buruk dari pengguna lain, pengguna akan mendapatkan gambaran diri mereka.

3.       Pikiran
Dalam teori ini pikiran merupakan proses dari kegiatan interaksi dengan diri sendiri. Kemampuan berinteraksi akan berkembang bersama dengan diri, hal ini penting karena akan menjadi bagian penting


dari kehidupan manusia karena menjadi bagian dari setiap tindakan. Sebelum melakukan sebuah tindakan dalam bermedia sosial, pengguna Instagram, sering kali melakukan interaksi dengan dirinya sendiri, interaksi yang terjadi dalam diri pengguna dapat dicontohkan dengan, pengguna akan mempertimbangkan, dan memikirkan tindakannya dalam menggunakan fitur Instagram seperti mengunggah foto maupun video. Banyak hal yang dipertimbangkan dalam diri pengguna, pengguna akan memikirkan bagaimana dirinya kemudian akan dinilai oleh pengguna lainnya, bagaimana tanggapan yang akan timbul, dan lain sebagainya. Dalam fenomena penggunaan media sosial Instagram dalam pembentukan identitas diri remaja, hal ini mengambarkan konsep pikiran dalam teori Interaksionalisme simbolik, yaitu pengguna Instagram melakukan interaksi dengan diri sendiri untuk mempertimbangkan dan apa yang akan dilakukan pada media sosial Instagram miliknya.

PENUTUP


Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian diuraikan simpulan dan saran sebagai berikut :
1.                Secara umum, dari hasil indepth interview bahwa Instagram dengan segala fitur dan fasilitas yang dimiliki, dimanfaatkan oleh remaja sebagai media untuk mencari jati dirinya.
2.                Dalam membentuk identitas diri, remaja sangat dipengaruhi oleh pengalaman dan motivasi yang dimiliki oleh setiap individu. Dan masing- masing individu memiliki pengalaman serta motivasi yang berbeda. Pengalaman itu sendiri timbul dari berbagai interaksi individu dengan lingkungannya.
3.                Remaja yang menggunakan media sosial Instagram secara aktif, akan melakukan tindakan mengkontruksi diri mereka, berdasarkan pada persepsi orang-orang di sekitar mereka dalam memandang dirinya.
4.                Dalam menciptakan gambaran diri melalui emdia sosial Instagram, remaja sangat kritis dalam membentuk identitas dirinya. Remaja memikirkan bagaimana menciptakan gambaran diri yang akan berdampak baik dalam kehidupan sosialnya dalam dunia maya.
5.                Eksistensi merupakan hal yang penting bagi remaja, khususnya dalam media sosial Instagram. Remaja akan dilihat keberadaanya, seiring dengan eksistensinya dalam media sosial Instagram.
6.                Identitas diri yang dibentuk oleh remaja dalam media sosial Instgram, tidak selalu sama dengan gambaran dirinya pada kehidupan kesehariannya. Hal ini dipengaruhi oleh pengalaman berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya, dan orientasinya untuk masa depan.


SARAN




Peneliti memberi saran kepada peneliti


Yusuf, Muri, 2015, Metode Penelitian. Jakarta: Fajar Interpratama Mandiri


selanjutnya untuk menggali lebih dalam fenomena pembentukan identitas diri dalam media sosial yang ada di masyarakat, dengan memilih informan dengan bebagai macam pengalaman, agar data yang dimiliki semakin beragam. Peneliti juga berharap, agar pengguna aktif media sosial Instagram, dapat memanfaatkan dengan baik segala fasilitas dan fitur yang dimiliki media sosial Instagram. Dapat menjadi pengguna yang bijak dan cerdas dalam menggunakan media sosial Instagram. Selain itu, peneliti juga berharap agar masyarakat lebih cermat dan cerdas dalam menggunakan media sosial sebagai sarana bersosialisasi. Dalam berinteraksi melalui media sosial, diharapkan masyarakat tetap menjaga norma dan nilai kesopanan yang ada di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Bungin,    Burhan,    2007,    Penelitian Kualitatif.
Jakarta: Prenada Media Group
Fuhrmann, Barbara Schneider. (1990). Adolescene, Adolescent. Second Edition. London. England:
A.   Division of Scott, Foresman and Company

Macionis,    John,    2012,    Sociology    (fourteenth edition). USA: Pearson Education. Inc
M.A, Morissan. 2009. Teori Komunikasi Organisasi. Bandung: Ghalia Indonesia

Mulyana,    Deddy.    (2006).     Metode    Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya
Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Moustakas,Clark. (1994). Phenomenological Research Methods. California: Sage Publications
Nasrullah, Rulli, 2012, Komunikasi Antar Budaya (Di Era Budaya Siber. Jakarta: Kencana Prenada Media Group
Nasrullah, Rulli, 2013, Cyber Media. Yogyakarta: Idea
Nasrullah, Rulli, 2015, Media Sosial. Bandung: Simbiosa Rekatama Media
Rakhmat, Jalaludin. (2009). Psikologi Komunikasi.
Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Wirawan, Sarlito. 2006. Psikologi Remaja. Depok : Rajawali Pers


Internet:

/Pertumbuhan.Pengguna.Instagram.Paling.Pesat. diakses pada tanggal 2 Desember 2017
Diakses pada tanggal 8 Desember 2017
https://dosenpsikologi.com/psikologi-remaja Diakses pada tanggal 25 September 2018

komentar :
menurut saya jurnal tentang penggunaan media sosial instagram dalam pembentukan jati diri remaja sudah sesuai dengan kaidah kaidah penulisan kaya ilmiah terdapat pemasalahan dan pemecahannya pada jurnal ini penilaian yang objektif juga telah terpenuhi oleh penulis jurnal ini

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Puisi Pahlawan Yang Hilang

Teknik Sosrobahu

puisi